GEREJA terbesar di Asia Tenggara, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dan organisasi keagamaan terbesar ke-3 di Indondesia setelah Nahdlatul Ulama NU) dan Muhammadiyah, dengan jemaat kurang lebih 6,5 juta jiwa akan mengadakan perhelatan akbar, yakni Sinode Godang (Sinode Agung) di Sipoholon, Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara tanggal 9-13 Desember 2020.
Sinode Agung adalah rapat Am tertinggi di HKBP yang menetapkan semua kebijakan dasar berkenaan dengan tri-tugas gereja: Koinonia, Marturia dan Diakonia.
Sinode tahun ini yang ke 65, juga akan memilih pimpinan, yaitu Ephorus, Sekretaris Jenderal dan tiga kepala departemen, yakni Kepala Departemen Koinonia, Kepala Departemen Marturia dan Kepala Departemen Diakonia, serta 32 Praeses untuk memimpin 32 Distrik di seluruh Indonesia dan luar negeri.
Sinode kali ini adalah yang paling berat bagi penyelenggara dan para peserta, karena berlangsung di tengah upaya dunia memutus penyebaran pandemi Corona Virus Disease - 2019 (Covid-19). Sebab dampak dari Covid-19 yang sangat menakutkan bagi kesehatan dan jiwa manusia, juga berakibat pada segi-segi kehidupan yang lain, terutama pembatasan kegiatan yang dampaknya terhadap penurunan kualitas berbagai hal termasuk penghasilan masyarakat tak terkecuali jemaat HKBP, sumber pembiayaan kebutuhan dan pelayanan gereja.
Dengan kerja keras panitia dan pimpinan HKBP, sinode ini diupayakan berjalan baik dengan penyertaan Tuhan Raja Gereja melalui RohNya yang Kudus, sehingga peserta sinode sehat dan selamat berangkat dari tempat masing-masing, selama Sinode berlangsung dengan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kehendak Tuhan serta kembali ke tempat pelayanan masing-masing dengan selamat.
Penyelenggaraan sinode dengan taat protokol kesehatan yang sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagaimana ditetapkan Pemerintah Indonesia, seperti menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun serta memakai alat pelindung diri lainnya seperti makanan sehat serta sirkulasi udara yang baik.
Semoga para peserta dapat menggunakan waktu secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan keputusan yang memampukan HKBP mentransformasi diri guna peningkatan pelayanan sebagai garam dan terang dunia di zaman yang cepat berubah dan penuh tantangan ini.
Secara internal dam eksternal HKBP harus menjawab tantangan dengan gonjang-ganjing politik yang belum dewasa, munculnya radikalisme dan intoleransi, gejala separatisme dan banyak hal.
Untuk itu HKBP dituntut untuk mengutamakan pelayanan dan pembinaan jemaat (sumber daya manusia) dengan pendekatan asih, asah, asuh daripada sistem birokratis-instruktif.
Melihat kondisi jemaat perlu adanya kesadaran membangun kembali peningkatan kepercayaan jemaat terhadap “gembalanya”. Agar tidak terjadi penumpukan pekerjaan perlu dikaji pendistribusian kewenangan, sehingga dapat dengan gerak cepat mengatasi masalah.
Selama ini menyita perhatian sistem rotasi dan pelaksanaan keputusan perpindahan pendeta, penerima tahbisan untuk pergi ke ujung dunia memberitakan injil. Sebab nyatanya ada yang tidak mau dan ada yang tidak diterima? Agar tidak masuk ke lubang yang sama mengenai perpindahan ini harus dicari akar permasalahan dan solusinya. Sebab sulit diterima apabila ada “kebebalan” di antara anak-anak Tuhan untuk bertugas di suatu tempat. Semuanya harus siap menunaikan Amanat Agung.
Puji Tuhan, banyak jemaat HKBP yang beragam keahlian, dan mungkinkah jabatan Sekretaris Jenderal diserahkan kepada ahlinya seorang awam? Sebab sebagai pendukung fungsi pimpinan gembala tertinggi, Sekjen tidak harus pendeta.
Sudah waktunya pula dievaluasi agar ada semacam pemisahan fungsi dan tanggung jawab pendeta sebagai gembala iman dari urusan organisasi, administrasi dan keuangan, mulai dari Pucuk Pimpinan sampai Resort dan Jemaat. Gembala iman seyogianya tidak direcoki dan dicekoki dengan mammon, walaupun itu penting dan perlu, karena para pendeta itu tidak lagi *penjala ikan" tetapi sudah "penjala manusia".
Jemaat mendambakan gembala imannya yang membawa damai karena merekalah yang disebut Anak-anak Allah. Jemaat yang merasakan kedamaian itu akan digerakkan Roh Kudus untuk mencukupi kebutuhan pelayanan gereja dan gembalanya.
Dengan demikian setelah Sinode tahun ini benar-benar para Parhobas Partohonan di HKBP menjadi "pelayan" dan tidak untuk dilayani, sehingga tidak ada lagi yang menjadi “batu partuktuhan”.
HKBP yang didirikan tanggal 7 Oktober 1861 (159 tahun) sudah waktunya melakukan inventarisasi menyeluruh serta menyelesaikan sengketa kepemilikan aset. Tingkat jemaat berharap pembenahan dan memanfaatkann daripada membangun yang baru.
Dengan doa jemaat HKBP, Sinode Godang ke-65 adalah berkat Tuhan, dan akan dipilihNya Nommensen-Nommensen masa kini untuk mengabarkan berita keselamatan di Tano Batak dan NKRI. Kita yakin doa jemaat dan peserta Sinode kepada “Jangan kehendakku Bapa, kehendakMU jadilah”, selalu didengar Tuhan. Selamat ber-Sinode, salam sehat.***
(Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta).