Oleh Pdt. Dr. Robinson Butarbutar, Ketua Rapat Pendeta HKBP
Saudara-saudara terkasih di mana pun berada...
Sudah menjadi hakikatnya bahwa manusia harus bekerja. Rasul Paulus berpesan: "Jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan" (2 Tes. 3:10, bnd. 1 Tes. 4:11). Kita semua terpanggil untuk bekerja, menciptakan pekerjaan bagi setiap orang.
Namun, tidak jarang, kita justru bekerja terus-menerus tak kenal lelah, sampai-sampai lupa istirahat, tidak punya waktu untuk bergaul dengan keluarga dan kawan-kawan, tidak sempat berdoa, piknik, dan menikmati hidup. Hidup menjadi sangat melelahkan, penuh tekanan, dan akhirnya sakit. Kita lupa untuk menghidupi hukum Tuhan, yaitu mengambil waktu berhenti dan beristirahat, serta menikmati hidup setiap momennya. Manusia tidak dapat bekerja sepanjang hari, sebab tubuhnya butuh istirahat. Itu sebabnya negara mengatur jam kerja masyarakatnya 8 jam sehari, diselingi waktu istirahat 30-60 menit. Mereka yang di kantor bekerja 5 hari dalam seminggu. Selain itu, ada juga hari libur nasional, cuti sakit, cuti melahirkan, dan cuti tahunan yang menjadi hak pekerja. Meski cuti, pekerja tetap mendapatkan haknya. Mereka yang bekerja sendiri, bertani, berkebun, nelayan, berdagang dll., pun seharusnya memiliki waktu istirahat, agar tubuh mempunyai waktu untuk memulihkan tenaganya.
Demikian juga yang diinginkan Allah lewat Imamat 25:1-13, agar dalam satu minggu ada satu hari perhentian, tiap tujuh tahun ada satu tahun perhentian, dan pada tahun ke-50 manusia itu harus berhenti dari pekerjaannya, bergembira, bersukacita. Hari itu bahkan disebut sebagai hari yang kudus.
Namun, saudara-saudara, melalui teks ini kita juga diingatkan, bahwa hari istirahat atau hari perhentian itu tidak hanya milik manusia. Alam pun butuh istirahat. Alam tidak dapat dieksploitasi terus-menerus. Bumi ini memiliki batas kemampuan dalam mendukung kehidupan di dalamnya. Kerbau atau sapi yang digunakan manusia untuk membantu bekerja, misalnya, juga perlu istirahat. Bahkan mesin pun butuh istirahat agar tidak cepat rusak. Sungai, danau, dan laut butuh perhentian.
Tanah, yang secara khusus di sini disinggung oleh Tuhan, juga sangat butuh istirahat. Tanah tidak dapat dipaksa terus-menerus bekerja. Pemberian pupuk dan bahan kimia secara tak henti-henti sepanjang tahun semakin memperburuk kondisi tanah. Selain itu, kita menghasilkan banyak limbah yang biasanya kita buang begitu saja ke sungai, danau, laut, udara, dan tanah, yang semuanya semakin memperburuk kondisi alam. Kita di negeri kita belum berhasil mengurus aneka sampah dengan baik. Dari sana kemudian datanglah beragam jenis penyakit. Alih-alih bersuka-cita, ciptaan Tuhan hidup dalam kesusahan dan meratapi penderitaan.
Oleh sebab itu, saudara-saudara sekalian, sebagai jalan kita mematuhi taurat dan firman Tuhan, dan undang-undang terkait lingkungan di negeri kita, kita dipanggil untuk memelihara dan merawat ciptaan Tuhan, dimulai dari lingkungan yang paling dekat dengan kita.
Roh Kudus, Roh pemelihara kiranya membantu kita, ilmuwan, pemerintah, anggota legislatif, penjaga keamanan, penegak hukum, pengusaha, ekonom, seluruh rakyat untuk bahu-membahu mengembalikan kebaikan ciptaan, agar tanah, sungai, laut, hutan, hewan, tumbuhan, agar semua kembali sehat dan bergembira. Mari tidak meneruskan kebiasaan lama yang buruk yang tidak menaati hukum-hukum tersebut. Mari memulai kebiasaan baru untuk masa depan kita sebagai bangsa, yaitu memelihara ciptaan Tuhan secara sungguh-sungguh. Tuhan bersama kita. Amin!